Di sudut rel kota, dua remaja muda sedang duduk bercanda terlihat gembira, dua orang yang terlihat sangat dekat walaupun sebelumnya belum dan sama sekali tidak saling mengenal, dan perkenalan yang tak disangka membuat tali persaudaraan yang erat diantara mereka berdua.
***
Saat pulang sekolah Dina berlari
sangat tergesa-gesa karena siang itu adalah latihan untuk mengikuti lomba
menari tingkat nasional, ia adalah anak pandai disekolah, hidup yang
berkecukupan membuatnya keras kepala dan tak pernah suka diganggu di keadaan
apapun.
“maaf bu, saya terlambat” ucap
maaf Dina kepada pelatih tari.
“ kenapa kamu terlambat? Kita
butuh keseriusan dan kedisiplinan!”
jawab pelatih.
“tadi ada tugas yang harus saya
kerjakan, saya berjanji tidak akan terlambat lagi..”jelas Dina
Dengan nada keras pelatih Dina
membiarkan ia masuk kedalam barisan tarian yang sudah ditentukan. Ia berlatih
hingga sore hari, dibadannya hanya tersisa lelah, raut wajahnya yang awalnya
gembira tiba menjadi sedih akibat supirnya izin tak bisa bekerja, biasanya ia selalu
dijemput dan diantar kemana pun ia mau. Kata temannya, untuk pulang kerumah ia
lebih baik naik kereta dibandingkan dengan menaiki angkutan kota, karena lebih
dekat dan lebih cepat.
Tiba di stasiun kereta, Dina
langsung membeli tiket tujuan Jakarta-kota, di selusur stasiun Dina berdiri
menunggu kereta. Ia melihat seorang anak perempuan yang sebaya dengannya sedang
menghitung uang receh ditangannya, wajah anak itu terlihat sedikit gembira, bajunya
terlihat kumal. ‘sedang apa anak itu?’ tanyanya dalam hati, rasa penasaran yang
tiba-tiba terlintas dipikiran Dina. ‘ah, tapi untuk apa aku memikirkannya, itu
bukan hal yang penting bagiku’ ia merasa jengkel jika harus memikirkan anak
perempuan yang berpakaian kumal tak penting.
Hujan datang tiba-tiba membasahi
stasiun kereta, anak perempuan yang dilihat Dina tadi langsung berlari meneduh
menuju kebawah atap stasiun, arah larinya tak beraturan akhirnya ia berdiri
tepat disebelah Dina, wajah Dina kesal tak ingin berdiri bersebelahan
dengannya. Kereta tujuan Jakarta-kota pun tiba, Dina langsung terburu-buru
masuk diantara penumpang yang lain, Dina tak menyangka ternyata anak perempuan
tadi masuk gerbong yang sama dengannya, ‘mungkin ini hanya kebetulan’ pikirnya
dalam hati, sambil memegang buku fisika ia membukanya didalam kereta, untuk
sedikit mengingat tentang pelajaran disekolahnya tadi. Akhirnya Dina sampai di
stasiun tujuan, ia pun pulang dengan lelah dan langsung beristirahat sesampai
dirumah.
***
Pengamen perempuan bersuara yang
lumayan bagus berjalan ditengah panasnya
matahari, hidupnya yang tak berkecukupan, tinggal sendiri dan tidur selalu
menumpang dimana pun ia merasa nyaman,ia orang yang penyabar dan pekerja keras,
sudah lama ditinggal oleh orang tuanya sejak ia masih kecil, akhirnya ia
tinggal sendiri akibat tidak terurus. Bersekolah adalah impiannya sejak dulu,
menabung adalah salah satu caranya untuk menggapai impiannya, mengamen adalah
upaya kerja keras yang ia lakukan, jam ia mengamen adalah pagi hingga sore
hari, setiap hari targetnya adalah tiga stasiun, jika ia sudah lelah ia akan
menghampiri dua stasiun dan pergi mencari tempat untuk menumpang tidur dimalam
harinya, kadang ia tidur di pinggir jalan.
“ ku yang dulu, bukanlah yang
sekarang……” nyanyian Ghina yang sedang beraksi, suaranya merdu.
Tak sedikit orang yang memberinya
uang, walupun receh tetapi ia selalu
bersyukur.
Di sore hari ketika ia mau pulang
mencari tempat untuk menumpang tidur,
seperti biasa ia menghitung hasil kerja kerasnya tadi di dekat rel kereta,
‘sedikit demi sedikit, akan menjadi banyak’ ucap Ghina dalam hati, wajahnya
terlihat sedikit gembira, dan sedikit sedih akbibat uang yang ditabungnya belum
cukup untuk mengapai impiannya yaitu bersekolah.
Saat sedang menghitung uang, ia
melihat anak perempuan sebaya dengannya, berpakaian sekolah lengkap dan rapih,
dengan memegang buku dan menggendong tas ransel, lengkap sudah impiannya
tergambar di anak perempuan itu. ‘ah, tapi itu hanya gambaran, yang jelas
sekarang aku harus menjadikan gambaran itu menjadi nyata!’ ucapnya dalam hati
lagi, matanya yang tadi melihat anak perempuan berpakaian rapih tadi langsung
beranjak ke arah uang receh nya.
Hujan datang tiba-tiba, membasahi
stasiun kereta, Ghina langsung terburu-buru lari mencari tempat meneduh, tak
tahu mau berteduh kemana ia langsung berlari kearah tempat yang disana tersisa
ruang yang cukup untuk tubuhnya. Saat ia sudah sampai berteduh ia melihat orang
disampingnya, ia sedikit terkaget, ternyata ia berteduh kearah anak perempuan
yang erpakaian rapih tadi, sungguh bahagia ia, dalam hatinya hanya ada doa,
agar ia juga bisa berpakaian sekolah rapih, lengkap dengan buku, dan
menggendong tas ranselnya.
Ghina memutuskan untuk mengikuti
anak berpakaian rapih tadi, ia senang melihat anak perempuan itu, dipikiran
Ghina yang membawa buku dan bersekolah adalah Ghina bukan anak itu. Saat anak
itu masuk ke gerbong keretanya ia perlahan mengikuti dari belakang, ia tak
selalu melihat anak bersekolah itu karena ia takut dicurigai oleh anak itu,
sesekali ia melihat, ‘wah dia membaca buku.., ya tuhan alangkah indahnya jika
aku bisa seperti itu..’ ucap Ghina didalam hati, buku fisika yang dibaca anak
bersekolah itu membuat Ghina semakin ingin mewujudkan impiannya.
Kereta berhenti, anak perempuan
berpakaian rapih tadi turun dari gerbongnya, ia terlihat lelah, mata Ghina
masih melihatnya, ia melihat buku fisika anak itu tertingal di kursi kereta, ia
langsung beranjak mengambil buku itu dan ingin langsung mengembalikannya, ‘oh
tidak, pintu gerbong tertutup, perempuan tadi sudah pergi’ Ghina bingung bagaimana
cara untuk mengembalikan buku itu, ia merasa bahwa buku itu sangat berharga
bagi perempuan tadi. Ia pun berencana untuk mendatangi stasiun ini kembali
besok, berniat untuk mengembalikan buku ini kepada anak berpakaian rapih tadi.
***
Sesampainya Dina dirumah, ia
langsung menghempaskan tubuhnya di tempat tidurnya. Lelah sekali Dina hari ini,
tak terbiasa pulang sendiri dan banyaknya aktivitas membuat ia tepar di
ranjang.
Dina terbangun, ia pergi ke
stasiun, lalu ia menemui anak berpakain kumal sore tadi. Anak itu tiba-tiba
mendekat ke arahnya,
“alangkah indahnya bisa
bersekolah sepertimu” ucap anak itu kepada Ghina.
Dina bingung ingin menjawab apa,
mata anak itu terlihat sangat berharap, di matanya terlihat sebuah mimpi yang
belum terwujud. Tiba-tiba suara ibu dating menghampiri Dina.
“Dina, ayo bangun.., kamu belum
solat maghrib”ucap ibu Dina yang sedang membangunkannya.
Dina mengerjap-ngerjapkan matanya
yang masih sedikit terkantuk, mengumpulkan kesadaraan dari tidurnya yang lelap,
‘ya tuhan, ternyata tadi mimpi..’ sadar Dina dalam hatinya, tapi apa arti dari
mimpi itu.
***
Keesokan harinya di sekolah Dina.
Jam istirahat pun tiba, di saat yang lain beristirahat Dina malah sibuk mencari
sesuatu, dari semua sudut kelas sudah ia telusuri, bertanya ke teman pun sudah.
“bagaimana ini, setelah ini
adalah pelajaran fisika!” ucap Dina kepada Sinta, teman satu bangkunya.
“memangnya terakhir buku itu ada
kamu letakkan dimana?” jawab sinta.
Dina mengingat dan terus
mengingat dimana terakhir kali ia membuka buku itu, mengulang semua kejadian kemarin
dan berujung pada saat ia pulang sekolah.
“ya tuhan, apakah aku
meninggalkannya di dalam kereta?” kata Dina kepada Sinta.
“benarkah? Ya ampun mengapa kamu
bisa meninggalkannya disitu?” Tanya Sinta kembali.
“aku juga tidak tahu pasti, yang
jelas kemarin aku sangat lelah, mungkin karena itu aku tidak fokus dengan buku
fisika itu..,” jelas Dina.
“yasudah, sebaiknya kamu pulang
menggunakan kereta lagi saja, siapa tahu bukumu masih ada” usul Sinta.
Dina sedikit terpaksa, karena
pulang sendiri bukan kebiasaannya, saat pelajaran fisika pun ia dimarahi oleh gurunya, dan
disuruh untuk mencarinya kembali, Dina terus mengingat buku itu, dan sangat
menyesal mengapa bisa melupakannya.
Saat jam pulang sekolah, akhirnya
Dina pun pulang kerumah menggunakan kereta, ia sudah meminta supirnya untuk
tidak menjeputnya hari ini karena alasan ingin pulang sendiri.
Di stasiun kereta, Dina langsung
membeli tiket, dan berjalan seperti kemarin, saat berjalan matanya selalu melirik
kesana kemari, berharap ada bukunya di masing-masing sudut stasiun. ‘semoga
buku fisika ku ada’ doanya dalam hati.
***
Ghina si pengamen yang berjanji
mengembalikan buku fisika kepada anak sekolah yang berpkaian rapih itupun
datang ke stasiun untuk mnepati janjinya, sebelum dikembalikan, buku fisika itu
selalu dibacanya sejak kemarin ia menemukannya, bahkan ia menghafalkan rumus
yang ada dibuku itu, ia sangat bahagia bisa membawa buku ini kemana-mana,
tetapi disisi lain ia sedih karena pasti si anak berpakaian rapih itu sangat
memrlukan buku ini.
Ghina datang ke stasiun tepat di jam
kemarin ia melihat si anak berpakaian rapih itu, ia juga menghitung hasil
mengamennya ditempat yang sama, dengan waktu yang sama hanya dalam hari yang
berbeda. Mata Ghina melihat ke lingkungan sekitar, jaga-jaga jika ia melihat
gadis itu, ia akan langsung mengembalikan buku fisika ini.
‘Itu dia!’ Ghina melihat anak itu, Ia langsung berlari dan
berteriak ‘hei!’ menuju ke arah anak berpakaian rapih itu, anak itu sedang berjalan
sambil melirik-lirik setiap sudut stasiun, seakan mencari sesuatu yang sangat
penting.
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar